Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika saya mengatakan kata Minangkabau? Negeri dengan beragam kuliner nikmat yang menggugah selera? Kisah klasik ironi cinta Siti Nurbaya? Atau kampungnya para pemikir besar, seperti Buya Hamka, Agus Salim, Tan Malaka atau Muhammad Hatta? Apapun yang anda ketahui tentang Minangkabau saya yakin masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang Minangkabau. Ada beragam hal unik yang masih bisa kita eksplorasi dari suku yang kental kulturnya dengan Islam ini, mulai dari budaya, sosial, ekonomi, hukum, politik dan karakter orang Minangkabau. Islam menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Minangkabau. Saking kentalnya Islam mewarnai budaya Minangkabau, tidak berlebihan rasanya jika ada yang mengatakan bahwa Islam adalah agamanya masyarakat Minangkabau.
Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat berlandaskan syariat, syariat berlandaskan Al Qur’an). Kalimat di atas merupakan salah satu isi dari Piagam Janji Satie Bukik Malaparam yang telah disepakati anatara kaum adat dan ulama ketika masa perkembangan Islam di Minangkabau. Ungkapan tersebut memiliki makna bahwa adat atau budaya orang Minangkabau itu harus sesuai dengan syariat Islam atau hukum Allah, dan Hukum Allah itu bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Penjelasan singkat di atas membuktikan bahwa Islam dan Minangkabau adalah sebuah kesatuan. Sulit memisahkan Islam dari aspek kehidupan masyarakat Minangkabau. Islam sudah lama hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat Minangkabau. Islam hadir menjadi pilihan bagi masyarakat Minangkabau sebagai idoelogi yang mereka yakini dan menjadi nilai-nilai yang dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah panjang antara Islam dan Minangkabau sudah berlangsung sejak lama. Bahkan sejarah masuknya Islam ke Minangkabau juga merupakan bagian dari sejarah masuknya Islam di Nusantara. Islam hadir di Minangkabau dengan damai dan tanpa paksaan. Semua berlangsung secara alami, tanpa intervensi. Ulama yang sekaligus pedagang dari Timur Tengah datang ke wilayah Minangkabau awalnya hanya untuk berniaga. Melakukan transaksi bisnis multinasional dengan pribumi dan menjalin relasi dengan beberapa kerajaan di Nusantara. Hanya itu, berdagang dan bertukar barang. Akan tetapi, Islam mengajarkan bahwa setiap pemeluknya adalah da’i, atau saya lebih senang menggunakan istilah ‘agen panyampai pesan ilahi’. Jadi siapapun orangnya, apapun profesinya, wajib baginya menyebarkan nilai kebaikan dalam Islam kepada lingkungan di sekitarnya. Prinsipnya, Islam itu rahmatanlil’alamin (rahmat bagi semesta alam), sehingga kebaikan yang Islam ajarkan bukan hanya menyentuh aspek individu, tetapi juga masyarakat dan linkungan. Akulturasi Islam dan pribumi tak pelak terjadi. Islam diterima dengan tangan terbuka. Islam hadir sebagai agama pembaharu. Islam menjadi primadona pada masanya. Islam terus berkembang di tanah Minangkabau hingga hari ini.
Ada beberapa kelebihan Islam yang menjadikannya tumbuh subur di Nusantara bak cendawan di musim hujan. Pertama, Islam tidak membagi lingkungan sosial ke dalam beberapa kelas kasta yang berbeda. Islam tidak memandang individu berdasarkan status sosialnya, sehingga Islam dapat diterima oleh semua golongan, baik raja maupun rakyat jelata. Kedua, Islam hadir tanpa paksaan, tanpa perang dan perlawanan. Hal ini menjadikan Islam sebagai agama yang dicintai, bukan dibenci. Ketiga, Islam merupakan agama yang multidimensional. Islam sangat teliti mengatur seluruh aspek kehidupan pemeluknya., mulai dari hal yang paling sederhana sampai hal yang paling kompleks sekalipun. Beberapa kelebihan di atas yang menjadikan Islam hadir di Nusantara dengan mudah. Mudah diterima dan mudah diamalkannya.
Beragam versi menceritakan kisah asal usul kata Minangkabau, namun yang paling populer adalah kisah seorang raja pandai dan kerbau peliharaannya. Asal kata Minangkabau adalah Menang dan Kerbau (Afdal 2010). Alkisah, dulu ada seorang raja yang memiliki teritorial di sepanjang pesisir barat pulau Sumtaera. Raja ini muda, visioner dan senang berkompetisi. Ada banyak kompetisi yang ia juarai saat harus melawan keraajan tetangga. Kompetisi demi kompetisi selalu ia menangkan. Namanya mahsyur, terkenal hingga jauh. Di negeri seberang ada seorang raja yang perangainya serupa, ia mengajak raja yang senang berkompetisi ini untuk melakukan duel guna membuktikan superioritas di antara keduanya. Singkat cerita mereka sepakat untuk mengadu kerbau. Akhirnya hari yang dinantikan tiba, masing-masing raja telah mempersiapkan kerbau unggulan. Raja dari negeri seberang mengeluarkan kerbau jagoannya. Postur gempal, tanduk panjang dan tajam, ini kerbau jantan terbaik yang ia miliki. Si raja mudapun mengeluarkan kerbau yang sudah ia persiapkan. Namun apa yang terjadi, para penonton yang sudah memenuhi arena pertandingan terdiam dan dibuat bertanya-tanya. Kerbau yang disiapkan raja muda adalah anak kerbau yang masih kecil. Jika dilihat postur tubuh, maka jauh berbeda dengan rivalnya. Si kerbau kecil hanya dilengkapi pisau di ujung tanduknya. Apapun yang terjadi pertandingan harus tetap berlangsung. Ketika kerbau kecil diperlihatkan dengan kerbau besar, ia langsung menyasar bagian bawah kerbau besar. Ia menanduk-nanduk seperti sedang mencari puting susu induknya. Akhirnya si kerbau besar tumbang dengan luka parah di bagian perut. Rupanya inilah siasat yang telah disiapkan sang raja muda. Ia sengaja memilih kerbau kecil dan memisahkan dari induknya. Setelah dipisah, kerbau dipuasakan hingga hari pertandingan tiba. Ketika kerbau kecil kelaparan ini melihat kerbau besar yang dikira induknya, naluri mengatakan bahwa ada susu yang bisa ia nikmati. Pisau kecil ditanduk menjadi senjata mematikan yang menumbangkan kerbau besar. Raja muda menang telak, seluruh penonton senang dan bersorak gembira. Mereka meluapkan ekspresi kemenangan dengan berkeliling kota sambil berteriak “Minang Kabau!” yang kurang lebih atinya menang adu kerbau. Dari sinilah asal mula kata Minangkabau dan menjadi identitas masyarakat Sumatera Barat.
Islam dan Miangkabau merupakan satu kesatuan yang sulit dipisahkan. Masyarakat Minangkabau menerapakan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Islam dikaji bersama ulama di surau–surau mereka. Surau atau masjid bukan hanya menjadi tempat untuk melakuakan ibadah saja. Surau juga menjadi tempat pendidikan, budaya, persidangan, politik, ritual adat dan berbagai kegiatan lainnya. Surau menjadi lokasi paling ideal untuk menyelesaikan berbagai masalah dengan bermusyawarah. Biasanya dalam menyelesaikan masalah masyarakat akan mengumpulkan orang yang memliki kapasitas untuk bermusyawarah. Ada empat komponen utama yang memilki peran penting dalam tatanan kehidupan orang Minangkabau, mereka dikenal sebagai urang nan ampek jinih yakni pangulu, malin, manti dan dubalang. Pangulu bertugas sebagai pemegang dan penyimpan segala buek (kata mufakat) serta muara seluruh urusan dan persoalan yang ada di dalam kelompok yang dipimpinnya. Malin merupakan pemimpin di dalam urusan syariat, pendidikan dan pengkaderan. Manti bertugas sebagai pemimpin di dalam urusan muamalat dan aktifitas keseharian. Dubalang bertugas sebagai pemimpin di dalam urusan pertahanan dan keamanan serta pengawasan. Mereka mencari solusi terbaik untuk kepentingan bersama. Prinsipnya adalah duduk sama rendah, tegak sama tinggi. Selain itu surau juga menjadi pusat informasi serta perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Jadi tepat rasanya jika surau bagi masyarakat Minangkabau merupakan pusat peradaban yang sangat strategis.
Masyarakat Minangkabau memiliki kebiasaan yang unik dalam membina keluarga. Dulu ketika malam tiba, anak laki-laki tidak tidur di rumahnya. Biasanya anak laki-laki akan tidur di surau. Jika ia ketahuan tidur di rumah, maka akan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Hanya orang lanjut usia, ayah, ibu dan anak perempuan yang tidur di rumah. Hal ini bertujuan untuk melatih kemadirian dan membina karakter. Ketika bermalam di surau, anak-anak tidak hanya menghabiskan malam dengan bercanda dan bergurau, namun mereka mendapat pendidikan tambahan. Ada yang mempelajari ilmu beladiri, ada yang memperdalam ilmu agama serta ada juga yang menambah wawasan budaya dan sastra. Surau sudah seperti sekolah bagi masyarakat Minangkabau. Tempat pendidikan non-formal yang menjadi pusat perkembangan budaya. Anak-anak sedari kecil sudah mengenyam pembinaan yang cukup kompleks di surau. Setiap surau memiliki malin. Orang inilah yang akan mengajarkan dan mewariskan kearifan kultur Minangkabau kepada generasi yang lebih muda. Dari surau–surau inilah budaya Minangkabau tetap terjaga dan memiliki karakter yang khas dari budaya lainnya.
Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan kebiasaan merantau dan berdagang masyarakat Minangkabau bermula. Sedari dulu masyarakat Minangkabau gemar meninggalkan kampungnya untuk berbagai kepentingan, terutama pengalaman dan penghasilan. Bahkan hingga kini, salah satu ciri yang identik dengan orang Minagkabau adalah merantau dan berprofesi sebagai pedagang. Mungkin pesan yang disampaikan oleh Imam Syafi’i, salah satu ulama besar Islam, betul-betul dimaknai oleh orang Minangkabau. Imam Syafi’i pernah mengatakan, “Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.” Selain itu soal profesi sebagai pedagang yang sudah menjadi keahlian sebagian besar orang Minangkabau, mungkin penyebabnya adalah hadist Nabi Muhammad yang mengatakan “Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan.” (H.R Tirmidzi). Jadi sulit rasanya bagi orang Minangkabau untuk menolak profit yang dijanjikan ini. Penjelasan diatas menjadi bukti ketaatan orang Minangkabau pada agama dan betapa besarnya pengaruh Islam terhadap budaya Minangkabau.
Masyarakat Minangkabau memiliki prinsip hidup yang banyak dipengruhi oleh Islam. Mereka selalu memegang teguh prinsip dari peribahasa alam takambang jadi guru (alam berkembang menjadi guru). Islam mengenal ayat qouliyah dan ayat qouniyah. Ayat qoliyah merupakan ayat yang tertulis dalam Al Qur’an, sedangkan ayat qouniyah merupakan fenomena alam yang dapat dipelajari dan dipetik hikmahnya. Peribahasa Minangkabau alam takambang jadi guru memilki filosofi yang sangat dalam, sama dengan ayat qouniyah dalam Islam. Setiap kejadian di alam ini merupakan pertanda yang Allah berikan agar manusia berpikir, sehingga dapat memahami kebesaran Allah SWT.
Jika kita membahas kuliner masyarakat Minangkabau, pastilah tidak akan ada habisnya. Masyarakat Minangkabau hanya mengenal dua jenis makanan. Makanan yang enak dan makanan yang enak sekali. Hal ini tidak berlebihan rasanya jika hasil survei menempatkan rendang di posisi pertama dalam daftar makanan paling enak di dunia. Ranah Minangkabau siap memanjakan lidah Anda dengan beragam kuliner yang menggugah selera. Satu hal yang identik dengan masakan Minangkabau adalah penggunaan santan kelapa sebagai bumbu masakan. Santan berasal dai buah kelapa. Pohon kelapa tumbuh subur di wilayah Sumatera Barat. Selain karena mudah dijumpai, penambahan santan menimbulkan cita rasa gurih dalam masakan Minangkabau, sehingga santan dari kelapa banyak ditambahkan dalam masakan Minangkabau.
Ada beberapa kisah unik mengenai sejarah masakan Minangkabau, diantaranya sejarah mengenai asal-usul ayam pop. Ayam pop adalah olahan daging ayam tanpa kulit yang memiliki rasa gurih karena penggunaan bumbu dan rempah. Sejarah ini melibatkan tiga komponen utama, yakni pohon kelapa, kolonialisme dan kratifitas masyarakat Minangkabau. Dahulu ketika Belanda menduduki wilayah Sumatera Barat, sulit untuk menguasai negeri ini karena perlawanan dari rakyatnya yang begitu hebat. Perlawanan secara fisik hanya menyebabkan kekalahan demi kekalahan di pihak Belanda. Akhirnya disusunlah sebuah strategi untuk menaklukan Sumatera Barat. Belanda tahu peran sentral pohon kelapa bagi masyarakat Minangkabau. Salah seorang petinggi militer Belanda mengusulkan untuk membeli seluruh pohon kelapa yang dimiliki orang Minangkabau. Kemudian penjajah menjual buah kelapa dengan harga yang tinggi. Tidak ada yang sanggup membeli buah kelapa lantaran harganya tidak normal. Belanda kira mereka sudah menang karena mampu memonopoli harga komoditas kelapa. Namun orang Minangkabau tidak kehabisan akal. Agar tetap bisa makan enak, mereka menciptakan menu masakan baru tanpa santan, itu artinya tanpa buah kelapa, yakni ayam pop. Sehingga ketergantunagn orang Minangkabau pada santan kelapa dapat teratasi. Jadilah ayam pop sebagai salah satu menu kuliner Minangkabau yang tidak menggunakan santan kelapa sebagai bahan tambahannya (Waas 2011).
Islam dan Minangkabau merupakan salah satu dari ribuan khazanah budaya yang ada di Nusantara. Islam telah banyak memberi pengaruh terhapad berbagai aspek kehidupan masyarakat Minangkabau, mulai dari budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan sosial, ekonomi, hukum, politik dan berbagai hal lainnya. Khusus pada aspek budaya, Islam telah menorehkan jejaknya tersendiri dalam sendi-sendi kultur masyarakat Minangkabau. Ini membuktikan bahwa Islam tidak anti pada budaya. Islam begitu fleksibel. Islam merupakan wadah bagi berkembangnya budaya. Islam juga dapat ditempatkan dalam berbagai situasi dan kondisi, sesuai dengan perkembangan zaman.
Sumber :
Afdal. 2010. Pemahaman Budaya Minangkabau dalam Konseling Lintas Budaya. Padang : Univeritas Andalas
Waas RTBP. 2011. Perancangan visual buku infografik “marantau” – perjalanan kuliner minang. [Tugas Akhir]. Univeritas Bina Nusantara